Comunitynews | Pengadilan Negeri Bandung mengejutkan publik dengan keputusan yang mengabulkan praperadilan Pegi Setiawan, yang juga dikenal sebagai Perong, bersama Robi Irawan.
Penetapan tersangka terhadap Pegi dalam kasus dugaan pembunuhan Vina Cirebon dinyatakan tidak sah.
Banyak pihak mengapresiasi keputusan ini, termasuk anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan.
Pada Senin, 8 Juli, Trimedya mengatakan kepada wartawan, "Kami mengapresiasi keputusan pengadilan, terutama hakim tunggal yang menangani kasus ini."
Ia juga menegaskan bahwa polisi harus segera memulihkan nama baik Pegi setelah tuduhan pembunuhan yang dialamatkan kepadanya.
"Bayangkan, sudah dituduh sebagai pembunuh dan ditahan sekian lama," kata Trimedya.
Ia menekankan pentingnya pembebasan dan pemulihan nama baik Pegi, serta menyoroti kesalahan signifikan dalam penetapan tersangka oleh penyidik, yang seharusnya diberi sanksi hingga Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jawa Barat.
Dalam persidangan, Hakim Tunggal Eman Sulaiman menyatakan bahwa penetapan tersangka Pegi tidak sah secara hukum.
"Menyatakan proses penetapan tersangka kepada pemohon berdasarkan surat ketetapan nomor SK/90/V/RES124/2024/DITRESKRIMUM tanggal 21 Mei 2024 atas nama Pegi Setiawan beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum," ujar Hakim Eman.
Hakim juga memerintahkan agar penyidikan terhadap Pegi dihentikan. Keputusan ini membawa kegembiraan bagi Pegi dan keluarganya, yang selama ini menghadapi tekanan psikologis dan sosial akibat tuduhan tersebut.
Keputusan ini memiliki konsekuensi signifikan. Pertama, itu menunjukkan bahwa penyidikan Polda Jawa Barat tidak efektif. Kedua, itu menyoroti pentingnya hak praperadilan sebagai alat untuk mencegah penegak hukum menyalahgunakan wewenang mereka.
"Apa yang melatarbelakangi keputusan tersebut harus diusut tuntas," kata Trimedya Panjaitan. Dia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menentukan sanksi bagi pihak yang bertanggung jawab atas kesalahan penetapan tersangka ini.
Polisi Jawa Barat juga bertanggung jawab untuk memulihkan reputasi Pegi Setiawan, yang berarti memberikan kompensasi immaterial kepada Pegi dan keluarganya. Ini adalah tindakan keadilan dan pelajaran bagi penegak hukum untuk lebih hati-hati dalam melakukan penyidikan.
"Sanksi harus diberlakukan mulai dari penyidik hingga level Dirkrimum," tegas Trimedya. Ia menekankan bahwa penetapan tersangka tanpa bukti yang kuat dan sah merupakan kesalahan fatal yang harus mendapat perhatian serius.
Kasus ini bermula dengan penemuan mayat Vina Cirebon di rumahnya dalam kondisi yang mencurigakan. Pegi Setiawan, tetangga Vina, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka utama. Namun, bukti yang ditunjukkan polisi tidak cukup kuat untuk mendukung penetapan Pegi sebagai tersangka.
Kuasa hukum Pegi mengajukan praperadilan, mengklaim bahwa penetapan tersangka terhadapnya tidak sah.
Hakim Tunggal Eman Sulaiman mengabulkan permohonan tersebut, menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak sah dan memutuskan untuk menghentikan penyidikan terhadap Pegi.
Kasus ini sangat dibahas oleh masyarakat dan media. Banyak orang merasa lega dengan keputusan pengadilan, yang dianggap sebagai tindakan yang tepat untuk Pegi. Namun, beberapa orang juga menunjukkan kelemahan sistem hukum dan penyidikan di Indonesia.
"Kami akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyidikan yang dilakukan, dan mengambil tindakan tegas jika ditemukan adanya pelanggaran prosedur," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.