konferensi pers yang diadakan di kantor Kejati Banten pada hari Selasa, 26 Maret 2024, Didik Farkhan Alisyahdi, Kajati Banten |
Cilegon (comunitynews) - Seorang buronan bernama Victory JT Mandajo, direktur PT Kebangkitan Armand Kesatria (KAK), di tengah perhatian publik yang besar terhadap kasus korupsi proyek Jalan Lingkar Selatan (JLS) di Kota Cilegon, akhirnya ditangkap oleh Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Senin malam, tepatnya 25 Maret 2024, di rumahnya di Bekasi, Jawa Barat.
Dalam konferensi pers yang diadakan di kantor Kejati Banten pada hari Selasa, 26 Maret 2024, Didik Farkhan Alisyahdi, Kajati Banten, menyatakan bahwa penangkapan ini adalah hasil upaya keras Tim Tabur Kejagung. Didik menjelaskan bahwa Victory JT Mandajo sebelumnya dihukum tujuh tahun penjara, denda sebesar Rp 250 juta, dan uang pengganti senilai Rp 959,538 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang pada tanggal 31 Oktober 2023.
Victory JT Mandajo tidak hadir selama persidangan, jadi sidang dilakukan tanpa kehadirannya. Dalam keputusan pengadilan, diputuskan bahwa ia melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Didik juga menyatakan bahwa Victory JT Mandajo akan ditahan di Lapas Cilegon setelah dia ditangkap. Kasus korupsi ini sebenarnya terjadi pada pelelangan umum untuk proyek JLS pada tahun 2014. Sebanyak 38 perusahaan mendaftar, tetapi hanya empat yang memberikan penawaran. PT KAK keluar sebagai pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 12,706 miliar dari empat perusahaan tersebut.
Ironisnya, PT KAK yang seharusnya melaksanakan proyek tersebut tidak melakukannya. Sebaliknya, Suhemi, yang sudah meninggal, kemudian mengambil alih proyek tersebut. Tidak ada tenaga ahli PT KAK yang mengawasi dan mengontrol pekerjaan saat dilakukan. Selain itu, tidak ada personel yang memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan dokumen penawaran pada tahap pelelangan.
Meskipun demikian, Bakhrudin, sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang seharusnya bertanggung jawab atas pengawasan dan pengarahan operasi peningkatan jalan lapis beton, membiarkan hal itu terjadi. Semua ini terjadi meskipun Bakhrudin menyadari masalah tersebut. Akibatnya, jalan yang telah selesai dibangun runtuh tiga hari setelah hujan.
Tim ahli dari Universitas Parahiyangan Bandung memeriksa hasil proyek. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan antara desain yang ditunjukkan dalam kontrak dan yang sebenarnya dibuat. Kasus korupsi ini menyebabkan kerugian negara sebesar sekitar Rp 959.538.904,21.
Kasus ini menarik perhatian publik pada masalah korupsi di Indonesia. Penangkapan Victory JT Mandajo menandai kemajuan besar dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang sistem pengawasan, yang masih rentan terhadap praktik korupsi. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk lebih ketat lagi dalam menjaga integritas dan transparansi dalam pelaksanaan proyek publik di masa yang akan datang.