Jateng - comunitynews - Di Desa Mlaten, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Prov. Jawa Tengah (Jateng) pada sekitar pertengahan tahun 2021 lalu, mendapatkan kuota Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Menurut informasi yang dihimpun, setidaknya ada sekitar 1630 warga atau pemohon PTSL, dengan rincian 1360 berkas pemohon merupakan milik warga, sekitar 240 berkas pemohon merupakan asset tanah desa dan sekitar 30 berkas pemohon tidak selesai dengan alasan berkas yang tidak lengkap.
JK (37), salah seorang aparat Desa Mlaten, yang juga disinyalir diberhentikan sepihak oleh mantan Kades, Zumar Azhari, mengatakan pungutan uang dengan modus penerbitan PTSL yang dipungut dari warga sebagai pemohon bervariasi, paling kecil dikenakan biaya per bidang atau persertifikat dengan biaya Rp.500 ribu hingga Rp.5,5 juta rupiah tersebut dikendalikan dan dikuasai oleh Sekdes, Salafuddin, yang dalam Tim Kelompok Masyarakat Pelaksana Program PTSL menjabat sebagai Sekretaris.
“Yang dilakukan Sekdes seolah terstruktur dan mengorbankan banyak pihak. Jika ditotal jumlah uang PTSL bisa mencapai miliaran rupiah. Susunan pengurus yang dibentuk Kades yang merupakan Adik kandung Sekdes terkesan banyak kepentingan. Saatnya warga Desa Mlaten mengetahui fakta yang sebenarnya, sehingga simpang siur adanya isu mantan pegawai Desa membawa kabur uang PTSL yang nilainya mencapai 400 juta bisa dibuktikan kebenarannya,” tegas JK, Selasa (31/10/2023).
Sementara itu, Sekretaris Bidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), Randika Puri, kepada wartawan membenarkan pihaknya sudah melakukan klarifikasi atas dugaan pungli PTSL tersebut kepada mantan Kades, tembusan Sekdes, Camat Mijen hingga Bupati Demak, dengan melampirkan surat pernyataan sebanyak sekitar 42 (empat puluh dua) warga yang menyampaikan keluhannya kepada pihak LAI Jateng, beberapa waktu lalu.
“Benar kami sudah menyampaikan klarifikasi atas pengaduan puluhan warga yang diduga menjadi korban program PTSL hingga saat ini belum di jawab yang waktu dekat ini kita laporkan resmi ke APH. Kalau Kades dan Sekdes benar dan tidak melakukan pungli jawab saja, kenapa harus takut. Bukan saja dugaan pungli, pada program PTSL juga disinyalir adanya tindak Penipuan, Pengelapan, Pemalsuan, Penyalahgunaan Wewenang atau Jabatan dan Korupsi yang mengakibatkan nilai kerugian warga atau pemohon PTSL mencapai ratusan juta rupiah. Walaupun disinyalir uang pungli tersebut dikembalikan, itu bisa jadi barang bukti dan tidak mengilangkan pidananya karena sudah adanya mens rea,” tegas Randika.
Apa yang dilakukan para oknum Pejabat Desa Mlaten, lanjut Randika, sudah kelewat batas dan terkesan kebal hukum. Ketua LAI DPD Jateng, Yoyok Sakiran, belum lama ini juga melaporkan Tim Pelaksana atau Koordinator PTSL atas timbulnya masalah warga Desa Mlaten RT 09, RW 01, Kecamatan Mijen, yang kehilangan kepemilikan tanah ketika mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada tahun 2021 lalu, yang kini ditangani oleh pihak Polres Demak. APH harusnya tegas menindaklanjuti permasalahan ini, katanya.
“Pejabat negara setiap tahun selalu menyampaikan harta kekayaannya agar mudah diawasi dan mencegah adanya lonjakan harta kekayaannya. Pihak penyidik bisa melakukan pembuktian terbalik atas harta kekayaan terduga oknum seperti transaksi keuangan, harta kekayaan sebelum menjabat dan setelah menjabat yang diduga menyalagunakan wewenang/ jabatan yang terindikasi pada korupsi. Masyarakat harus lebih berani dan kritis mengawasi kinerja para pejabat publik,” ujar Randika, Rabu (1/11/2023).
Hingga saat ini, mantan Kades, Zumar Azhari dan Sekdes, Salafuddin belum bisa ditemui dan memberikan keterangan resmi terkait kisruh PTSL dan permasalahan yang kini ditangani pihak Polres Demak. Masyarakat berharap pemasalahan ini segera diselesaikan oleh aparat penegak hukum (APH) dan memberikan sanksi tegas bagi yang bersalah. (tim)