Ilustrasi: Pemerintah Indonesia Mengesahkan Aturan Baru untuk E-Commerce |
E-commerce - comunitynews - Kabar baik bagi pelaku bisnis dan pengguna e-commerce di Indonesia, Pemerintah telah mengadopsi revisi terbaru Permendag 50 Tahun 2020, yang memperbarui peraturan penting mengenai e-commerce.
Salah satu perubahan signifikan yang disetujui adalah larangan penggabungan antara media sosial dan e-commerce. Presiden RI, Joko Widodo, secara tegas mengarahkan larangan ini pada rapat terbatas pada Senin (25/9) lalu.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa revisi ini ditandatangani pada sore hari kemarin, dan pengumuman resmi akan dilakukan pada hari ini, Selasa (26/9/2023).
Dalam penjelasannya, Zulkifli mengatakan bahwa media sosial hanya diperbolehkan untuk mempromosikan barang atau jasa. Larangan diberlakukan terhadap platform media sosial untuk tidak menyediakan fasilitas pembayaran atau transaksi jual-beli dalam aplikasi.
"Tidak ada lagi transaksi bayar langsung di platform media sosial seperti sebelumnya. Kini mereka hanya dapat digunakan untuk promosi sebagaimana fungsi TV dalam mempromosikan produk," katanya.
Salah satu platform media sosial yang mengintegrasikan fitur perdagangan online adalah TikTok, yang sebelumnya telah mendapatkan izin sebagai e-commerce di Indonesia. Namun, aturan baru ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme bisnis TikTok Shop di masa mendatang.
Hingga saat ini, TikTok Shop masih dapat diakses melalui aplikasi TikTok, meskipun demikian, juru bicara TikTok Indonesia menyatakan bahwa mereka telah menerima banyak keluhan dari penjual lokal yang meminta kejelasan terkait peraturan baru ini.
Kami akan terus menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, sambil juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak terhadap penghidupan 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta kreator afiliasi yang menggunakan TikTok Shop," ujar juru bicara TikTok Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga akan mengatur penggunaan data dalam media sosial dan e-commerce, dengan larangan menyatukan data dari dua platform untuk mencegah monopoli algoritma dan penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
Aturan ini juga mencakup penyesuaian mengenai produk impor dalam positive list yang wajib memiliki sertifikasi halal dan standar tertentu. Beberapa produk juga dimasukkan dalam negative list, mengimbau agar barang tertentu tidak diimpor dari luar negeri.