Pembakaran Al-Qur'an di Swedia
Pembakaran Al-Qur'an di Swedia - Kisah tak terduga terjadi di Stockholm, Swedia, saat merayakan Idul Adha, di mana sebuah masjid pusat menjadi saksi dari aksi protes yang menarik perhatian. Namun, apa yang membuat kejadian ini unik adalah cara yang dipilih oleh salah satu dari dua pengunjuk rasa untuk menyampaikan protesnya terhadap Islam.
Seperti yang dilaporkan oleh Reuters pada Kamis (29/6/2023), sekitar 200 orang berada di lokasi untuk menyaksikan aksi tersebut. Yang membuat kejadian ini menjadi sorotan adalah tindakan drastis yang diambil oleh seorang pengunjuk rasa. Dengan keberanian yang mencengangkan, ia merobek dan membakar Al Quran sebagai bentuk protes terhadap keyakinan tersebut.
Tindakan kontroversial ini tidak luput dari perhatian para pengunjuk rasa muslim yang merasa tak terima. Secara serentak, suara takbir "Tuhan Maha Besar" menggema di langit-langit Stockholm, dinyanyikan dengan penuh semangat dalam bahasa Arab. Namun, reaksi tersebut tidak berhenti hanya pada seruan takbir, karena salah seorang dari mereka berusaha melemparkan batu sebagai respons atas tindakan provokatif, tetapi ia segera dihentikan oleh polisi yang bertugas.
Perwakilan dari masjid setempat merasa kecewa dengan keputusan pihak kepolisian yang memberikan izin bagi aksi protes ini di hari yang begitu sakral bagi umat Islam.
"Sebagai masjid, kami sebenarnya telah mengusulkan kepada pihak kepolisian untuk memindahkan demonstrasi ke lokasi lain yang sesuai dengan undang-undang, tetapi ternyata permintaan tersebut tidak diindahkan," ungkap Direktur Masjid dan Imam Mahmoud Khalfi dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Sebelumnya, polisi Swedia telah menolak beberapa permohonan untuk menggelar demonstrasi anti-Quran. Namun, keputusan ini akhirnya dibatalkan oleh pengadilan setelah dianggap melanggar kebebasan berbicara, memberikan dampak yang tak terduga pada peristiwa ini.
Tindakan pembakaran Al Quran ini segera mencuri perhatian dunia internasional dan mengundang kecaman dari banyak negara:
Turki menjadi salah satu negara pertama yang mengutuk tindakan tersebut. Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, mengecam penodaan Al Quran sebagai tindakan yang sangat tercela dan tidak dapat diterima. Melalui akun Twitternya, Fidan menegaskan bahwa tindakan anti-Islam semacam itu tidak bisa diizinkan dengan dalih kebebasan berekspresi.
Maroko juga turut menyuarakan kecaman mereka dengan menarik duta besarnya dari Swedia dan secara terbuka menyatakan penolakan mereka terhadap tindakan yang tidak dapat diterima ini. Kementerian Luar Negeri Maroko mengecam aksi penodaan tersebut dan mengekspresikan keprihatinan atas serangan-serangan serupa yang terus terjadi di Eropa.
Reaksi dari Amerika Serikat juga tidak kalah kuat. Departemen Luar Negeri AS mengecam pembakaran Al Quran sebagai tindakan tidak sopan dan menyakitkan. Mereka juga meminta Turki untuk menyetujui tawaran keanggotaan Swedia di NATO. Juru bicara departemen tersebut menegaskan bahwa kebebasan berekspresi haruslah mempertimbangkan batasan dan menghormati nilai-nilai agama.
Iran, Arab Saudi, Irak, dan banyak negara lainnya juga menyuarakan kecaman mereka terhadap tindakan penodaan Al Quran ini. Mereka menggambarkan tindakan tersebut sebagai provokatif, rasis, dan tidak bertanggung jawab. Negara-negara tersebut menekankan pentingnya menjaga prinsip-prinsip tanggung jawab, menghormati keragaman, dan menghindari penghinaan terhadap tempat suci agama.
Tidak hanya negara-negara di Timur Tengah, reaksi keras juga datang dari Yordania, Kuwait, Yaman, Suriah, Palestina, dan Indonesia. Mereka semua mengecam tindakan tersebut sebagai serangan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai toleransi, dan kehidupan berdampingan secara damai antarumat beragama.
Kementerian Luar Negeri Indonesia sangat mengecam aksi provokatif pembakaran Al Quran oleh warga Swedia di depan Mesjid Raya Södermalm, Stockholm, pada hari yang begitu sakral, yaitu Hari Raya Idul Adha. Mereka menegaskan bahwa tindakan tersebut sangat menyakiti perasaan umat Muslim dan tidak dapat dibenarkan. Kemlu RI juga menegaskan bahwa kebebasan berekspresi haruslah menghormati nilai dan kepercayaan agama lainnya. Indonesia, bersama dengan negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Swedia, telah menyampaikan protes atas kejadian ini.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya menghormati dan memahami kepercayaan agama orang lain. Kebebasan berekspresi haruslah dibangun di atas dasar penghargaan terhadap keragaman dan keyakinan umat manusia. Semoga peristiwa ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan toleransi di seluruh dunia, sehingga kita dapat hidup berdampingan dalam damai dan saling menghormati.
Ikuti kami di Google News