Kasus Julianto Eka Putra Sudah Ada Kepastian Hukum Pasca Kejati Sah Menahan Julianto |
Kasus Julianto Eka Putra - comunitynews - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur sah menahan Julianto Eka Putra (JEP), tersangka kasus kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang. JEP dijebloskan ke Lapas Klas I Lowokwaru, Kota Malang.
Kepala Kejaksaan Jawa timur Mia Amiati menjelaskan JEP diamankan dan ditahan sesudah diperhitungkan berulangkali lakukan intimidasi pada beberapa korban. Dia memaksa korban tidak untuk bersaksi di persidangan.
"Diancam dengan SMS, WhatsApp. Ada keluarga yang dirayu diberi sarana hingga orang tuanya bertandang ke dan menjelaskan anaknya tak perlu tiba ke pengadilan dan mengambil semua kesaksiannya," kata Mia.
Ia mengutarakan jaksa penuntut umum (JPU) telah berkali-kali meminta ke majelis untuk menahan JEP. Tetapi, permintaan itu tidak juga diwujudkan.
Surat penentuan lakukan penahanan JEP baru dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri pada Senin (11/7) pagi.
Penangkapan pada JEP sendiri dijalankan oleh tiga kompi personil Polda Jawa timur, di rumah tinggalnya yang ada di perumahan CitraLand, Surabaya.
Adapun kasus sangkaan kekerasan seksual oleh JEP pertama kalinya disampaikan pada 29 Mei 2021 lalu oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Pada 5 Agustus 2021, JEP sah diputuskan sebagai terdakwa.
Kasusnya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Malang semenjak 16 Februari 2022.
Kasus kekerasan seksual itu diperhitungkan terjadi semenjak 2009. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menjelaskan kejadian itu dirasakan beberapa korban saat mereka masih duduk di bangku sekolah.
"Kejadian itu semenjak 2009 di saat korban berumur 15 tahun. Sampai pada kejadiannya di 2021," kata Arist ke beberapa media Jumat (8/7).
JEP bahkan juga diperhitungkan bertindak amoral itu pada beberapa alumni yang bekerja di SPI.
Arist mengutarakan korban tidak cuma dilecehkan di teritori sekolah, tapi juga saat ada di luar negeri. JEP bawa korban ke luar negeri dengan alasan sebagai hadiah karena dipandang berprestasi.
Beberapa korban disampaikan terima beragam tindakan biadab JEP. Mereka disetubuhi sampai 10-15 kali dan wujud tindak kekerasan seksual yang lain.
"Pikirkan seseorang itu dapat sampai 15 kali. Ada yang 10 kali, ada yang memiliki bentuk oral dan beberapa macam. Maknanya kejahatan seksual lah. Saya mengatakan kejahatan seksual (karena) itu tidak cuma persetubuhan rudapaksa saja, tapi telah bermacam-macam dan dilaksanakan di beberapa tempat," sebut Arist.
Korban kekerasan seksual motivator itu diperhitungkan lebih dari 15 orang. Deputi Pelindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar menyebutkan 15 korban sudah bersaksi saat penyelidikan sampai persidangan.
"Walau yang disuruh info cuma 15 saksi korban, tetapi diperhitungkan korban lebih dari 15 orang," kata Nahar.
Dia menjelaskan kekerasan yang sudah dilakukan oleh JEP bukan hanya berbentuk kekerasan seksual, tapi juga kekerasan fisik, kekerasan non fisik, dan eksplorasi ekonomi pada beberapa korban.
Dalam kasus ini, JPU Kejaksaan Negeri Kota Batu menangkap JEP dengan pasal alternative. Dia terancam hukuman penjara minimum tiga tahun dan optimal 15 tahun.
JEP dituduh dengan beberapa pasal yaitu Pasal 81 ayat 1 jo Pasal 76 D Undang-Undang mengenai Pelindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selanjutnya, Pasal 81 ayat 2 UU mengenai Pelindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, Pasal 82 ayat 1, juncto Pasal 76e UU Pelindungan Anak, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 294 ayat 2 kedua KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Menurut gagasan, pada 20 Juli 2022, persidangan akan diteruskan dengan jadwal pembacaan tuntutan pidana oleh team JPU.