Tambang emas Sukabumi - Peranan Kades Berantas Mafia Tambang di Kab. Sukabumi, LAI : Mabes Polri Jangan Tutup Mata
|
Tambang emas Sukabumi - Ketua RMC-GPS, Saepudin, yang ditemui di Polres Sukabumi, Senin (6/6), diduga dirinya memenuhi panggilan penyidik terkait laporan PT Bojongasih Sukabumi dengan Pengurus DPC APRI (Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia) Kab. Sukabumi, dengan dugaan kegiatan pertambangan, penguasaan lahan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 39 tahun 2014 tentang PERKEBUNAN, dengan nilai kerugian sekitar 100 juta rupiah, kepada Reskrim Polres Sukabumi.
“Kegiatan penambangan ini sudah berjalan 4 (empat) turunan diatasnya. “Kami melakukan pekerjaan (penambangan) ini hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Kami juga tidak mau melanggar hukum. Kami berharap lahan yang sekarang kami tambang menjadi WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat), terkait perizinannya kami percayakan kepada pengurus APRI di Pusat dan Kabupaten,” terang Saepudin yang didampingi beberapa rekannya.
Ketua Koornas Bidang Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), Agustinus P.G, SH, kembali memberikan statement tegas terkait adanya kisruh antara PT Bojongasih Sukabumi dengan Pengurus DPC APRI (Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia) Kab. Sukabumi, di Cihaur Blok 5 HGU PT Bojongasih, yang ditangani pihak Reskrim Polres Sukabumi, yang sampai saat ini masih berjalan tersebut.
Masyarakat khususnya yang tinggal di Sukabumi, lanjut Agustinus, jangan sampai perhatiannya dialihkan oleh perkara yang menurutnya banyak kejanggalan. “Aneh, laporan diterima, tapi kegiatan masih terus berjalan. Bahkan Tim menemukan pihak kepolisan masuk ke lokasi tambang yang dikerjakan oleh RMC naungan APRI Kab. Sukabumi, yang diduga membiarkan kegiatan tersebut,” kata Agustinus.
Permasalahan besar tambang emas di Kab. Sukabumi, tegas Agustinus, adalah dugaan masuknya investor besar di 3 (tiga) perusahaan diantaranya GMB, GPI dan WMI, yang pengelolaan HGU, perizinan tambangnya, Amdal dan CSR yang patut dipertanyakan, khususnya keberpihakan terhadap masyarakat dan pemerintah. “Kepengurusan Izin dan WPR tak semudah bicara. Semua harus mendapat persetujuan dari banyak pihak, termaksud Amdal dan CSR nya bagi masyarakat. Jangan izinnya tambang Batu sirtu, tapi yang diambil Emas,” tegas Agus.
“Terkait kisruh Bojongasih dengan APRI Sukabumi, APRI harusnya jangan tinggal diam. APRI juga memiliki hak dan kewajiban mempertanyakan, mengawasi hingga melaporkan adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan pihak PT Bojongasih, GMB, GPI, WMI dan tambang lainnya. APH diminta bersikap tegas dan jangan tebang pilih menindak segala bentuk pelanggaran segala jenis pertambangan di Kabupaten Sukabumi,” harapnya.
Kalau memang kita sepakat melestarikan alam dan mencegah dampak buruknya kegiatan tambang yang sudah merugikan banyak masyarakat, pengelolaan tambang yang dikuasai swasta dan penambang rakyat perlu diperiksa dan dikaji ulang. Saya mendesak Mabes Polri jangan tutup mata melihat aset negara yang diduga terus di curi. Periksa semua legalitas penambang, oknum yang terkait, Amdal, termaksud adanya pembiaran dari aparat pemerintah dan APH,” tegas Agustinus.
APRI (Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia) Kab. Sukabumi dan GMB, GPI dan WMI, tegas Agustinus, jangan sampai merusak alam, merugikan masyarakat dan mencuri aset negara. Bisa dikatakan, semua yang dilakukan APRI, GMB, GPI dan WMI disinyalir tanpa pengawasan yang jelas dan pajak atau retribusi dari hasil pendapatan pengelolaan tambang tersebut perhitungannya juga diduga tidak jelas nilainya. Semua bisa dibuktikan dari perizinan, luasan lahan yang ditambang, CSR dan laporan pajak setiap tahunnya.
“Saya meyakini banyak pihak keberatan bila hal ini diangkat. Kami tidak ada kepentingan. Banyaknya keluhan masyarakat dan semakin maraknya petambangan di sana, membuat kita optimis adanya dugaan keterlibatan pejabat tinggi, APH dan orang besar dibelakangnya. Semua seakan terakomodir dengan baik. Pejabat Pemkab Sukabumi, Para Kades dan APH harus peka dan tegas mengawasi wilayah kerja dan hukumnya,” kata Agustinus.
Agus mengharapkan peranan para Kades di Kabupaten Sukabumi sangat dibutuhkan untuk memberantas mafia tambang. Bila Kades menemukan adanya pertambangan tidak mengantongi izin di wilayahnya, hentikan dan laporkan, itu kalau taat aturan dan pro masyarakat. “Kades sebagai kepala daerah di wilayahnya, sudah semestinya bersikap tegas,” tegas Agustinus.
Saat ini kata Agustinus, pihaknya sudah membentuk 3 tim terdiri dari 12 orang anggota dari beberapa divisi di Kab. Sukabumi di bawah naungan ALIANSI INDONESIA untuk melakukan investigasi lapangan, termaksud mengumpulkan data dan informasi terkait aktivitas pertambangan, khususnya keberadaan perusahaan GMB, GPI, WMI dan peran APRI Kab. Sukabumi yang kini kepengurusannya pecah, diduga akibat banyaknya kepentingan.
“Hasil investigasi, puluhan bahkan ratusan tambang dengan berbagai macam tipe dan hasil tambangnya, diduga kuat, ratusan miliar bahkan triliunan rupiah hasil tambang setiap tahunnya diduga menguap yang mestinya bisa menjadi pendapatan negara dan PAD Kab. Sukabumi. Keterlibatan oknum pejabat dan aparat penegak hukum juga tidak menutup kemungkinan ikut bermain? Kita masih mengumpulkan bukti-bukti dan informasi terkait agar memenuhi unsur untuk kita lapor ke APH,” tegas Agustinus, yang belum lama ini melaporkan Bupati Bogor ke KPK RI.
Pada pemberitaan sebelumnya, Agustinus prihatin melihat kondisi ekonomi masyarakat Kabupaten Sukabumi, padahal menurutnya, sumber daya alam, hasil tambangnya sangat memiliki potensi yang sangat luar biasa, banyak destinasi wisata yang indah, perkebunan yang subur, hasil lautnya juga mempuni. Dengan besarnya jumlah ormas dan lembaga masyarakat yang paling banyak di Indonesia, sudah semestinya kaum milenial khususnya berani lebih kritis dan berjuang membangun Kabupaten Sukabumi agar lebih maju lagi.
“Data statistik tahun 2020, jumlah penduduk miskin mencapai 175.000 penduduk dengan persentasi 7,09 persen. Angka tersebut saya pastikan naik apalagi masa pandemi covid-19 tahun lalu. Sudah semestinya Kabupaten Sukabumi memiliki tugu atau simbol wilayah yang megah menjadi ciri khas dan daya tarik seperti kota dan kabupaten lainnya di Indonesia. Semua harus ikut berkontribusi khususnya meningkatkan PAD Pemkab Sukabumi,” jelasnya.
Sementara, Ketua APRI DPC Kab. Sukabumi, Cecep T menjelaskan, saat ini pihaknya sudah berupaya menyelesaikan permasalahan dengan pihak PT Bojongasih, menurutnya penambang rakyat (Pera) hanya menambang sekitar 2 hingga 3 hektar saja. “Kami (APRI-red) organisasi diakui pemerintah. Bukan hanya Bojongasih, saat ini kami sudah mengajukan WPR 32 lokasi tambang rakyat di 5 kecamatan dengan hasil tambang Emas, Bauksit, Batuan, Besi, Slika, Lingtone, batu besi dan pasir batu yang sangat memiliki potensi bila dikelola dan diawasi oleh pemerintah dengan baik.
Rumor APRI hanya di gunakan kedok melakukan penambangan ilegal dan banyaknya keluhan anggota, Cecep menjelaskan, sebelum terbitnya WPR, sesuai aturan harus terlebih dahulu adanya aktivitas pertambangan. Semua lahan milik negara, lalu kemana kami menambang untuk mencari makan. “APRI tidak penah memaksa siapapun masuk menjadi keanggotaan. Kalaupun ada rumor tentang itu termaksud internal yang sedang ada perselisihan, itu merupakan dinamika berorganisasi,” jelasnya. (tim)