Source pixabay Istock
Awal puasa - Astronom menyaksikan ada kekuatan ketidaksamaan awal Ramadan tahun ini. Ketidaksamaan persyaratan yang dipakai untuk penetapan jadi pemicunya. Ini penuturannya.
Prof Dr Thomas Djamaluddin, MSc, pakar astronomi dan astrofisika dari Pusat Penelitian Antariksa badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan, tahun ini ialah pertamanya kali sesudah 6 tahun tidak ada ketidaksamaan untuk tentukan awal puasa.
"Kekuatan ketidaksamaan itu cuman terjadi jika status Bulan ada di bawah atau antara kriteria-kriteria yang dipakai di Indonesia dalam penetapan hilal," kata Prof Djamal saat live Instagram 'Penentuan Ramadan dan Hari Raya Menurut Astronomi' di account Instagram @pussainsa_lapan, Rabu (23/3/2022) sore.
Adapun persyaratan umum yang dipakai di Indonesia dalam penetapan awal Ramadan dan Syawal ialah:
1. Persyaratan Wujudul Hilal (Bulan tenggelam setelah Matahari dan ijtimak terjadi saat sebelum maghrib) yang dipakai kalender Muhammadiyah
2. Persyaratan MABIMS, khususnya patokan tinggi Bulan minimum 2 derajat yang dipakai di kalender taqwim standard Pemerintahan dan kalender Nahdlatul Ulama
3. Persyaratan LAPAN (2010) yang serupa dengan persyaratan Referensi Jakarta 2017 (RJ), yakni berbeda tinggi Bulan-Matahari minimum 4 derajat (= tinggi Bulan 3 derajat) dan elongasi Bulan minimum 6,4 derajat di teritori barat Asia Tenggara yang dipakai kalender Tepat. Tetapi untuk Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah 1443, kalender Tepat memakai persyaratan MABIMS yang dipakai taqwin standard Pemerintahan.
Berdasar kriteria-kriteria itu, Muhammadiyah telah putuskan 1 Ramadhan 1443 jatuh di tanggal 2 April 2022. Tetapi berdasar persyaratan MABIMS, hilal terlampau rendah untuk dilihat. Biasanya di daerah Indonesia tinggi Bulan kurang dari 2 derajat. Itu maknanya, rukyatul hilal (penilaian hilal) di saat maghrib 1 April mempunyai potensi tidak kelihatan.
"Jika ada yang memberikan laporan melihat, itu benar-benar menyangsikan hingga mempunyai potensi ditampik saat sidang isbat. Hingga berdasar rukyat, 1 Ramadhan 1443 kemungkinan pada 3 April 2022," jelasnya.
Perkiraan Awal Puasa Beberapa tahun Selanjutnya
Kekuatan ketidaksamaan ini telah dikatakan Djamal semenjak 2016. Waktu itu, Djamal yang memegang sebagai Kepala Instansi Penerbangan dan Antariksa Nasional (saat ini Pusat Penelitian Antariksa Tubuh Penelitian dan Pengembangan Nasional) mengatakan, sampai 2021, awal puasa dan Syawal mempunyai potensi dirayakan bersama.
Pada tahun 2016 waktu itu, tidak ada ketidaksamaan waktu awal Ramadan di Indonesia. Baik pemerintahan, organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah jalankan beribadah puasa mulai dari 6 Juni 2016, dan perkiraan jika keseragaman itu akan terjadi sampai 5 tahun di depan bisa dibuktikan betul.
Nach, sesudah tahun 2022, apa kekuatan ketidaksamaan awal puasa dan Syawal beberapa tahun selanjutnya juga dapat diprediksikan semenjak saat ini?
"Saya belum hitung untuk beberapa tahun selanjutnya. Tapi yang terang tahun 1443 H/2022 dan 1444 H/2023 bisa terjadi ketidaksamaan jika ormas-ormas belum mengganti persyaratan mereka," kata Djamal.
"Tidak ada masa tertentu. (Ketidaksamaan) tergantung pada status Bulan dan dinamika ormas-ormas Islam dalam mengaplikasikan persyaratan baru," tambahnya.
Djamal telah dari dahulu menyarankan supaya terjadi diskusi di antara organisasi masyarakat dan pemerintahan. Maksudnya, untuk membuat suatu proses penyeragaman berkaitan penetapan awal Ramadan dan Lebaran.
Ada tiga point yang diulas, yaitu pertama tentukan kewenangan tunggal. Menurut dia, memerlukan satu lembaga khusus yang dapat dituruti ketetapannya secara bersama.
Ke-2 , memerlukan persyaratan tunggal dalam penetapan derajat Bulan. Baik Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dapat berkomunikasi menyetujui persyaratan itu dengan membawa serta beberapa pakar astronomi.
Ke-3 , ia menyarankan supaya ada batasan daerah dan batasan keberlakuan. Maknanya, ada ketetapan berkenaan daerah mana saja penetapan ini diterapkan. Apa ikuti secara global atau daerah tertentu.
"Pemerintahan mengusahakan ada satu mekanisme tunggal hingga transparansi seluruh pihak dapat membuat satu kalender yang mapan: ada kewenangan tunggal, persyaratan tunggal, dan batasan tanggal yang disetujui," kata Djamal.
Ia mengharap persyaratan yang akan buka jalan untuk capai penentuan persyaratan tunggal itu yang hendak jadi referensi seluruh pihak dan mempersatukan umat.
"Jika saat ini baru hanya tanggal, tetapi otoritasnya masih bermacam. Pemerintahan punyai kalender baku tetapi organisasi masyarakat punyai persyaratan masing-masing. Bisa saja beberapa tahun selanjutnya semua organisasi masyarakat Islam dapat bermufakat pada persyaratan tunggal hingga dapat seragam," tutupnya.