Home
Kosambi
sengketa Tanah
sosialisasi hukum
Dugaan Sengketa Tanah Kosambi Tangerang Majelis Hakim Hadirkan Saksi Ahli

 

Dugaan kasus sengketa tanah Kosambi Tangerang

Dugaan Sengketa Tanah Majelis Hakim Pengadilan (PN) Negeri Tangerang kembali melangsungkan sidang kelanjutan kasus dugaan sengketa lahan di wilayah Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang.


Dugaan Sengketa Tanah adalah kasus yang diduga penyerobotan tanah selebar 2 hektar di Kosambi, Kabupaten Tangerang itu Tonny Permana menuntut Ahmad Ghozali, karena diduga lakukan pengrusakan dan pemalsuan document.


Saksi pakar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Budi Nurtjahyono juga didatangkan majelis hakim dalam kasus itu.


Budi dalam penjelasannya menerangkan jika girik punya Ahmad Ghozali yang dipakai sebagai claim tempat itu tidak bisa jadi bukti hak pemilikan tanah.


Dipertegas Budi, jika pemilikan hak atas tanah yang syah dan dianggap negara ialah sertifikat.


"Itu (sertifikat) paling tinggi di republik ini, tidak ada lainnya. Semoga persyaratan itu dapat diamankan oleh seluruh pihak jika girik cuman memperlihatkan siapakah pembayar pajak," kata Budi dalam persidangan, Selasa Februari 2022.


Dijumpai dalam kasus itu, Tonny Permana memperjelas jika dirinya sebagai pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM).


Sementara Ahmad Ghozali diduga menyerobot lahan cuman dengan modal document girik yang diperkira palsu dan akte jual-beli (AJB) tahun 2011.


Diterangkan Budi, penjelasannya diperkokoh karena ada Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Registrasi 34/K/Sip/1960, hingga dapat menjadi yurisprudensi jika girik cuman memperlihatkan siapakah pembayar pajak, bukan sebagai bukti pemilikan tanah.


"Girik benar-benar bukan bukti pemilikan. Ia (girik) cuman memperlihatkan siapakah pembayar pajak, di mana ia ada tanahnya, siapa namanya. Saya ucapkan syah (girik), karena bayar pajak. Tetapi jika itu (girik) bukti pemilikan, ya bukan. Bukti pemilikan ialah sertifikat tanah," terang ia.


Dengan begitu, keterangan yang dikatakan Budi dalam persidangan itu menjelaskan jika sebenarnya pemilik yang syah atas tempat itu ialah Tonny Permana, berdasar SHM semenjak 1997.


Dengan demikian, girik yang dipunyai Ahmad Ghozali tidak dapat menggagalkan sertifikat. Karena, posisi sertifikat tanah itu lebih tinggi dibanding dari girik.


Sementara saat hakim menanyakan bagaimana bila SHM digugat berdasar girik, Budi memperjelas harus ditegaskan apa girik itu benar keluaran dari Kantor Pajak Bumi.


"Karena bukan rahasia banyak beberapa kasus di Bareskrim dan di Polda, saya diminta jadi pakar pada peristiwa itu," ucapnya.


Budi memperjelas pola girik harus betul sama sesuai waktu penerbitannya. Tahun 1980 itu Direktorat IPEDA telah tergabung ke Direktorat Jendral Pajak di tahun 1976, hingga nama kantornya ialah Inpeski pajak IPEDA.


"Stampel atau Cap kantor digirik tahun 1976 ialah IPEDA, tapi IPEDA apakah itu? wilayah atau cabang atau penyempurnaan pengenaan atau kantor peninjauan dinas luar tingkat satu, peralihan itu ada waktu-waktunya," katanya.


Blanko girik tidak sempat ada kekeliruan, karena nasional. Pejabat stampel harus sama sesuai masa waktu, penulisan pola girik kantor wilayah atau cabang itu cuman sampai tahun 1974, yang ada cuman kantor inspeksi dan kantor dinas luar tingkat 1.


Disamping itu Budi mengutamakan bila dalam blanko girik tercatat wilayah atau cabang, stampelnya harus juga mengeluarkan bunyi sama.


"Jangan digabung aduk, jika blanko telah lewat waktu tidak dapat digunakan. Bila pola girik tidak sesuai blanko nasional, karena itu girik itu tidak betul (cacat)," terangnya.


Sedangkan, Hema A. M. Simanjuntak, advokat Tonny Permana, menerangkan info saksi pakar dalam persidangan ini benar-benar menolong untuk menyingkap fakta, jika girik itu tidak sepadan menuntut pemilikan sertifikat.


"Kami akan memberikan peluang ke majelis hakim untuk menyimpulkan, tetapi kami benar-benar senang karena arah kami mendatangkan Pak Budi sebagai pakar goalnya terwujud menurut kami," ucapnya dalam kasus dugaan Sengketa Tanah kosambi

Blog authors