Comunitynews.com - kabupaten Tangerang- Warga Perum Pondok Daru Permai Blok A/6 kecamatan Jambe Tigaraksa Memilukan sekeluarga alami kelumpuhan tidak ada perhatian dari pemerintah setempat saat awak media kunjungi dikediamannya Sabtu, (15/2/2020).
Ibu Nurhayati dari Keluarga lima bersaudara 3 diantaranya Alami kelumpuhan pasca kecelakaan tahun silam semasa saat usia mereka duduk di bangku sekolah dasar.mereka menumpang rumah yang warga yang sudah lama tak ditempati oleh pemiliknya.
"Assalamu'alaikum kepada pemerintah kabupaten saya meminta dan mengajukan permohonan bantuan ketiga Anak saya mengalami lumpuh dan jompo," lirih nya saat dalam rekaman Vidio yang diabadikan oleh awak media.
Akibat Sebab Kelumpuhan ketiga diantaranya yang menipa anak pertamanya yaitu Abdul (44) sapaan Akrabnya Encep dari usia 12 tahun silam di
Jatuh Dari Lantai Dua Sekolah
Ibu Nur, sapaan akrabnya mulai menuturkan peristiwa malang yang menimpa anak-anaknya satu persatu. Dimulai dari anaknya yang pertama Abdul Rahman (44) biasa dipanggil Encep. Saat itu bermain bola dilantai 2 SDN Melati 01
Encep menderita kelumpuhan ketika berusia 12 tahun. Saat itu mereka tinggal Kebon Melati, Pasar Inpres Tanah Abang Jakarta Pusat. Berawal ketika SD Kebon Melati 01, Pasar Inpres Tanah Abang Jakarta Pusat tempat Encep bersekolah selasai merehab bangunan sekolahnya menjadi dua lantai. Encep bersama puluhan anak lainnya bermain sepak bola di lantai dua bangunan sekolah yang menurut Bu Nur terdapat lapangan namun belum ada pengaman di sisinya. Untung tak dapat diraih malang tak dapat di tolak Encep bersama puluhan anak yang bermain bola dilantai dua tersebut terjatuh ke tanah. Banyak diantara mereka yang tewas seketika di tempat kejadian. Beruntung Encep selamat dari peristiwa maut tersebut.
Kulit daging kaki terkelupas
Encep dilarikan ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)Jakarta Pusat dan dirawat selama beberapa bulan lamanya di sana. Namun sayangnya setelah dirawat beberapa bulan kondisi Encep tidak mengalami perubahan berarti. Hal inilah yang membuat Bu Nur memutuskan untuk membawa pulang paksa Encep. Meskipun dokter yang merawat Encep saat itu sempat melarangnya namun Bu Nur bersikeras membawa Encep pulang.
“Kakinya digif nih, Pa dan diiket pergelangan kakinya, karena dia (Encep) ngamuk terus sakit.” “Abis dah beberapa bulan di rumah sakit ga ada perubahan, akhirnya saya bekeras sama dokter.”
“Bagaimana Bu kalo kenapa- napa saya ga bertanggung jawab” tuturnya menirukan ucapan dokter. Saya bilang saya pasrah aja, pasrah aja, saya Lillahi Ta’ala aja. Saya cabut anak saya.
“Pa, pas dibuka gifnya sama juga kaya ikan lodoh (kulit dan daging terkelupas-red) nih semua,” seraya menunjuk hampir seluruh bagian kaki Encep. Bengkok, Pa, timpal Encep. “ Apa ga ngejerit, Pa.” “Biaya habis, mahal, banyak, rumah dijual diapain, buat anak.” “Ini semua kaya ikan lodoh, Pa,” menunjuk bagian pangkal paha kaki Encep hingga ke bawah.
Pasrah kepada Allah
Bu Nur kembali bercerita tentang penggunaan PK cairan merah (sejenis obat pembersih luka-red) yang dibayurkan ke bagian kaki dan tubuh Encep setiap harinya untuk mengobati kaki Encep yang lodoh.”Mungkin sudah berdrum-drum,” katanya.
“Tinggal pasrah aja sama Allah.” Tapi dia kalo temen-temennya dateng nangis, temennya dateng nangis karena sedih.” Tapi yang laennya sih enaknya langsung meninggal bukan kata kitanya nyumpahin Pa. Kalo meninggalkan enak, enaknya kan ga nanggung beban begini. (tidak membawa beban penderitaan bagi Encep-red) MP kembali menghela napas panjang.
Bunyi keras klakson taksi
Lain halnya dengan yang dialami anak Bu Nur yang kedua, Jubaedah biasa dipanggil Juju, (41). Juju yang yang ketika MP wawancarai duduk bersandar di tembok kamarnya terpisah dari dua saudara laki-lakinya.
Selepas THB (Tes Hasil Belajar-red), Juju bersama kedua orang teman wanitanya berjalan pulang menuju rumahnya. Mereka berjalan bergandengan. Ketika berada di jalan raya, tiba-tiba ada taksi di belakang mereka yang membunyikan klakson dengan kerasnya.
Suara keras klakson taksi dan tiba-tiba tersebut membuat ketiga remaja ini kaget dan sontak terpental. Seorang temannya jatuh tersungkur, sehingga sebelah wajahnya terbentur aspal jalan yang keras, sehingga mata sebelah kanannya mengalami kebutaan selamanya. Temannnya yang lain mengalami patah di bagian bahunya.
Sementara itu Juju jatuh dengan posisi terlentang. Hal ini membuat kondisinya seperti saat ini. Telapak kaki bagian dalam bengkok, membuatnya kesulitan untuk berdiri. Kalaupun toh dipaksakan berdiri hanya bertahan sekitar lima menit saja. Setelah itu Ia akan terjatuh. Lidahnya ke dalam, seperti orang yang terkena struke. Bicaranyapun kelu.
Sementara supir taksi yang telah menyebabkan ketiga remaja ini celaka, tak bertanggungjawab. Ia tancap gas kabur, setelah mengetahui ketiga orang ini mengalami kecelakan karena ulahnya.
Kini, tinggalnya Juju yang malang harus menderita seumur hidupnya bersama kedua orang saudaranya.
Terjerembat Di Selokan
Lalu, apa yang terjadi dengan anak Bu Nur yang ketiga? Duka, sepertinya tak mau beranjak dari keluarga Bu Nur. Nasib naas juga dialami oleh anak Bu Nur yang ketiga, Saiful Rudin atau Iful (39). Ia terjerembab ke selokan sekolahnya. Hal tersebut terjadi ketika Iful duduk di kelas tiga SD. Ia tengah berjalan, namun tak begitu memperhatikan sekitar hingga ia jatuh terjerembab ke selokan sekolah yang posisinya agak tinggi. Kini ia hanya bisa terbaring, tak dapat bediri apalagi berjalan sebagaimana orang normal lainnya. Iful juga lumpuh total.
Iful sempat memaksakan diri untuk kembali bersekolah, namun itu tak bertahan lama. Bagaimana ini dapat kembali bersekolah menopang tubuhnya saja ini tak bisa. Ia tak lagi dapat duduk dengan posisi tubuh tegak, sebentar-sebentar terjatuh. Hingga kini ia hanya dapat terbaring di tempat tidurnya.
Kedatangan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
Ketika disinggung perihal perhatian Pemerintahan Desa Bu Nur hanya berucap : “Masih enakan di Daru Indah Pa. Bener, Pa di Daru Indah saya bisa idup, Pa. Perum Daru Indah adalah tempat tinggal Bu Nur sebelumnya.
Dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang pernah datang menyambangi kediaman Bu Nur. Ketiga orang anaknya sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Tangerang menggunakan ambulance. Namun sayangnya menurut Bu Nur tidak ada penangan yang serius dari pihak rumah sakit, mereka hanya diperiksa dan tidak diberi obat.
“Kaya maen-maen aja Pa, katanya mengomentari perlakuan tim medis dari RSUD Kabupaten Tangerang.
Makan disuapi dan sedotan dari selang plastik
Ketika ditanya bagaimana Bu Nur merawat ketiga anaknya. Bu Nur menjawab, “Makan disuapi minum menggunakan sedotan yang terbuat dari selang plastik,” (selang yang biasa digunakan tukang bangunan untuk mengukur kelurusan/kedataran bangunan-red) jawabnya.
Saya angkat lehernya seperti ini katanya seraya mengangkat leher Encep. “Berat, Pa.” Ketika MP tanya bagaimana kalau mereka hendak buang air. Saya angkat bagian lengan dalamnya (ketek-red)lalu saya seret menuju kamar mandi (WC)
Beruntung tidak semua anak Bu Nur mengalami kelumpuhan. Anak kelima Bu Nur, seorang laki-laki M. Burhanudin namanya kerap disapa Aang kondisinya sehat wal ‘afiat. Aanglah yang selama ini membantu Bu Nur merawat ketiga orang anaknya. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, Aang memandikan, memakaikan pakaian, menyuapi bahkan membawanya ke kamar mandi ketika kakak-kakaknya hendak buang air. Tanpa ada rasa risih sama sekali. Aang memperlakukan ketiga orang kakaknya dengan sangat baik. Sama persis dengan yang dilakukan oleh ibunya.
Sementara anak Bu Nur yang keempat seorang wanita Kokom namanya kondisinya juga sehat. Kokom sudah berumah tangga dan dikaruniai dua orang anak. Ia tinggal bersama suaminya di Sepatan.
Sesekali kokom mengunjungi ibu dan saudaranya di Daru.
Harapan mereka…
Bu Nur berharap bantuan baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, serta semua pihak terkait lainnya agar dapat meringankan beban yang selama ini ditanggungnya.
“Saya minta ada bantuan deh,Pa,” katanya. “Saya minta ada yang ngurusin Pa. Mandinya, buang airnya, makannya,” timpal Juju. “Minta rumah sekalian, sela Encep. “Kalau Iful bagaimana?” “Yang penting orangtua panjang umur tetap sehat dan dapat bantuan tiap bulan Pa,”jawab Iful.
“Kalau masih ada Bapak ga kaya gini Pa,” Juju menerawang ke masa lalu ketika bapaknya masih hidup.
“Itu udah puluhan tahun lalu,” imbuh Bu Nur
MP hanya bisa mengaminkan doa dan harapan yang mereka sampaikan. Dalam hati ini lirih berdoa “Ya Allah kabulkan semua doa dan harapan mereka.” Tak terasa air mata menetes membasahi pipi tak kuasa menyaksikan yang terjadi di hadapan mata ini.(Ucox-MP)
Belum sempat diedit karna kesibukan