Comunitynews.com - Jakarta, 27 Sep. 2019.
Ketua Presidium Komunitas Wartawan Independent Indonesia (FPII), Kasihhati, adalah Organisasi Wartawan yang diketahui seringkali mengkritik aksi kriminalisasi pada Jurnalis (Wartawan) dalam melakukan pekerjaan Jurnalistiknya angkat bicara menanggapi insiden yang dihadapi sebagian orang Jurnalis waktu meliput tindakan demonstrasi damai belakangan ini.
FPII mencela keras perlakuan pelaku aparat kepolisian pada beberapa Jurnalis atau Wartawan waktu tindakan Mahasiswa di sejumlah daerah di Indonesia.
Tindak kekerasan yang dikerjakan berbentuk perampasan beberapa alat kerja Jurnalis, gertakan serta cacian dari pelaku aparat waktu meliput serangkaian tindakan demonstrasi mahasiswa serta pelajar di seputar Gedung DPR, Selasa (24/9/2019) serta Rabu (25/9/2019).
Diluar itu ada juga tindakan kekerasan berbentuk perampasan camera serta penghilangan gambar yang dihadapi Ryan Saputra, Jurnalis TVRI di DPRD Sulteng, Rabu, (25/09/2019). Bukan hanya itu, beberapa pekerja mass media serta alami kontak fisik.itu berlangsung di Makassar,
"Jurnalis itu dilindungi UU Wartawan, tetapi sayangnya masih saja ada pelaku aparat kepolisian yang tidak mengerti kerja-kerja Jurnalis. Kekerasan masih saja dikerjakan," tutur Kasihhati, dalam info resminya, Jumat (27/9/2019).
Menurut dia, tindak kekerasan berbentuk perampasan alat kerja serta gertakan mengisyaratkan ada yang keliru dalam Standard Operasional Mekanisme (SOP) yang diaplikasikan Polri. Dalam soal ini, SOP itu semestinya dipatuhi tiap petugas yang menjaga jalannya tindakan Mahasiswa hingga tak perlu lakukan kekerasan pada beberapa wartawan.
"Momen kekerasan pada Jurnalis tetap berlangsung waktu berlangsung kekacauan di Lapangan. Semenjak tindakan 21 serta 22 Mei, momen kekerasan sekarang berlangsung di tindakan 24 serta 25 September.
" Aksi sadis aparat pada jurnalis mengisyaratkan ketidakprofesionalan Polri. Ini harus di stop," tutur Kasihhati.
Sambungnya, Polri harus bertanggungjawab penuh atas aksi pelaku aparat yang dipandang telah kelewatan di lapangan. "Kami kan bukan teroris, bukan lawan polisi,bukan kriminil, kami cuma jalankan pekerjaan ,yaa, jangan ditabrak dong, jangan represif pada kami," pinta Kasihhati.
Kasihhati juga minta Kapolri, Jenderal Pol. Tito Karnavian untuk meminta maaf pada insan wartawan yang terluka serta terlukai. Kapolri harus juga tindak tegas anak buahnya di lapangan yang sudah berlaku keras serta arrogant pada jurnalis.
"Kapolri harus meminta maaf, harus dapat memberi sangsi pada pelaku aparat yang semaunya melukai jurnalis. Ditambah lagi dikerjakan dengan beberapa cara perampasan alat kerja, ini kan mengisyaratkan terdapatnya kekeliruan mekanisme yang diaplikasikan di lapangan," jelas Kasihhati.
Kasihhati memperjelas, faksinya jadi satu diantara organ yang memayungi Jurnalis serta Perusahaan Wartawan menekan Polri untuk mengakhiri masalah kekerasan yang dikerjakan pelaku aparat di lapangan.
Berikut pengakuan sikap Presidium FPII:
1. Lepas Kapolda yang tidak dapat membuat perlindungan jurnalis waktu kerja di lapangan,
2. Pecat pelaku aparat yang dapat dibuktikan lakukan kekerasan pada Jurnalis yang sedang kerja.
3. Aplikasikan masalah 18 dalam UU Wartawan No. 40 thn 1999 pada siapa saja yang menghalang-halangi pekerjaan Jurnalis. Ini jadi dampak jera yang akan datang
4. Hentikan perampasan alat kerja jurnalis serta tindak kekerasan yang lain.
Jurnalis dilindungi Undang Undang Pers 40 thn 1999 dalam jalankan pekerjaan, jadi tolong mengerti itu. Silahkan kita sama-sama menghormati dalam melakukan pekerjaan masing-masing.
Sumber: Presidium FPII