Ilustrasi US Army |
Jakarta - Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) tengah mengembangkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) pada sistem persenjataan mereka. Apa alasannya?
Menurut mereka penggunaan AI di sistem persenjataan bisa jadi adalah satu-satunya cara untuk mengalahkan persenjataan milik musuh. Bahkan, jika mereka juga menyebut militer AS akan kalah dari musuh potensialnya seperti Rusia dan China tanpa teknologi tersebut.
Sebelumnya, militer AS memang terpaksa mengerem niatnya dalam menggunakan AI. Yaitu masih melibatkan manusia dalam pengambilan keputusan sebelum melakukan serangan mematikan.
Namun menurut Bruce Jette, assistant secretary untuk Army for Acquisitions, Logistics and Technology (ASAALT), mengatakan pembatasan terhadap sistem senjata berbasis AI bukanlah hal yang bijak.
"Orang-orang khawatir dengan keberadaan sistem AI yang mengontrol senjata, dan ada batasan terhadap apa yang kami bisa lakukan dengan AI," ujar Jette.
Bahkan menurut Jette ada sejumlah organisasi publik yang bersatu dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap sistem senjata yang menggunakan AI, demikian dikutip detikINET dari Military, Selasa (15/1/2019).
Masalah dari kebijakan ini adalah menghalangi kemampuan AD AS untuk menggunakan AI, yang berguna untuk meningkatkan waktu reaksi pada sistem persenjataan. Jette menyebut 'waktu adalah sebuah senjata', dan jika AI tak bisa dilibatkan untuk mengatur sistem persenjataan secara benar, maka kami akan kalah.
"Sebagai contoh, jika anda menembakkan sejumlah artileri ke saya, dan saya bisa menembak jatuh peluru artileri tersebut, tapi kamu membutuhkan manusia (untuk menyetujui) setiap tembakan itu, maka manusia yang dibutuhkan akan sangat banyak agar bisa beroperasi secara cepat," tambahnya.
ASAALT saat ini tengah mengembangkan Army Futures Command (AFC) yang berfungsi untuk mencari jalur yang tepat untuk penggunaan AI di medan perang. AFC pun bertanggung jawab dalam pengembangan AI untuk AD AS.
Untuk itu, mereka mempunyai sebuah tempat penelitian AI di Carnegie Mellon University, yang menjadi tempat pengembangan AI tersebut.
"Kami tengah mencoba untuk membangun arsitektur AI yang mampu bertahan dan bisa memfasilitasi kemampuan kami utnuk mengalokasikan sumber daya dan melakukan penelitian serta menanamkan kemampuan AI di seluruh kekuatan (persenjataan)," tutup Jette.